PENANGANAN PASCA PANEN KOPI
PENANGANAN PASCA PANEN KOPI
Disusun Oleh :
1. Retno
Jumilah 20140220179
2. Dewo
Eko P. 20140220
3. Pradipta
20140220
4. Ariyanti
20140220
5. Dedek
20140220
Kelas Agribisnis D
Dosen Pengampu :
Ir.Titiek Widyastuti, M.S.
PROGRAM
STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016/2017
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut Direktur
Jenderal Perkebunan (2012), Kopi
merupakan komoditas penting di dalam perdagangan dunia yang melibatkan beberapa
Negara produsen dan konsumen. Dalam perkembangan yang semakin cepat membutuhkan
kesiapan teknologi dan penganan pascapanen. Penanganan pascapanen yang
dilakukan harus dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah seperti produk
pertanian yang lain. Buah kopi yang sudah di panen harus segera diproses menjadi bentuk akhir yang bertujuan agar kopi dapat disimpan dalam
jangka panjang. Oleh karena itu penanganan pascapanen harus dilakukan dengan
baik dan benar.
Penanganan
pascapanen dapat diartikan semua perlakuan atau tindakan yang diberikan setelah
panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Menurut Mayrowani (2013), penanganan
pascapanen merupakan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil perkebuanan,
yaitu sejak pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir siap
dikonsumsi. Seperti yang dijelaskan diatas, Penanganan pascapanen
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu penanganan primer (penanganan) dan
penanganan sekunder (pngolahan). Tahap pascapanen primer bertujuan untuk
menekan kehilangan hasil dan mencegah penurunan mutu serta hasil menagnani
komoditas menjadi siap dipasarkan. Tahap sekunder adalah mengolah hasil panen
menjadi produk olahan dengan bertujuan meningkatkan nilai tambah, termasuk
usaha diversifikasi produk (Mayrowani, 2013).
B.
Tujuan
Penyusunan paper penanganan pascapanen kopi bertujuan
untuk mengetahui proses atau kegiatan pada penanganan pascapanen kopi.
II.
PROSES
PENANGANAN PASCAPANEN KOPI
Pemanenan buah kopi
dilakukan secara manual dengan cara memetik buah yang telah masak. Ukuran kemasakan buah ditandai dengan
perubahan warna kulit buah. Kulit buah
berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan
berwarna merah saat masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah terlampau
masak penuh atau over ripe (Direktur Jenderal Perkebunan, 2012).
Dari hasil pemanenan
akan dilanjutkan ketahap pengolahan atau penanganan pascapanen. Kegiatan pascapanen dibagi dalam dua
bagian atau tahapan. Pertama adalah penanganan pascapanen (postharvest) atau
sering disebut pengolahan primer (primary processing). Kegiatan ini meliputi
semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi ‘segar’ atau
sebagai bahan baku pengolahan selanjutnya. Pada umumnya kegiatan ini tidak
mengubah bentuk. Kedua adalah pengolahan (processing) atau sering disebut
pengolahan sekunder (secondary processing) (Mayrowani, 2013). Pengolahan
bertujuan untuk memisahkan kopi dari dagingnya, kulit tanduk dan kulit ari.
Hingga tinggal biji. Pengolahan secara garis besar dibedakan menjadi dua cara :
1. Pengolahan
kering
2. Pengolahan
basah
Diperkebunan-perkebunan
besar, biasanya menggunakan pengolahan basah, kecuali buah-buah inferior yang
berasal dari pemetikan lelesan, racutan dan buah-buahan yamh masih muda.
Sebaliknya kopi rakyat akan diolah dengan cara pengolaha kering (Mulyana, 1982)
1. Pengolahan Kering
Proses
pengolahan kering sering dilakukan oleh petani karena kapasitas hasil panen
yang kecil , muda dilakukan dan peralatan sederhana. Tahapan dalam pascapanen
atau pengolahan secara kering dapat
dilihat gambar 1.
Gambar
1. Tahapan pascapanen kopi secara kering (Dry Process).
Sortasi
buah. Sortasi buah dilakukan
untuk memisahkan buah yang superior (masak, bernas, seragam) dari buah inferior
(cacat, hitam, berlubang dan terserang hama/penyakit). Sortasi buah kopi juga
dapat menggunakan air untuk memisahkan buah yang diserang hama. Buah kopi merah
(superior) diolah dengan cara proses basah atau semi-basah, agar diperoleh biji
kopi HS kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau,
kuning dan merah diolah dengan cara proses kering (Direktur Jenderal
Perkebunan, 2012).
Penjemuran/pengeringan.
Buah
kopi yang sudah dipanen dan disortasi harus sesegera mungkin dikeringkan agar
tidak mengalami proses kimia yang bisa menurunkan mutu kopi. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua tahap,
yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20-25% dan
kemudian dilanjutkan dengan pengeringan mekanis (Prastowo, dkk, 2010). Penjemuran dilakukan langsung diatas tanah
atau aspal jalan harus dihindari supaya tidak terkontaminasi jamur. Pengeringan
memerlukan waktu 2-3 minggu dengan cara dijemur. Apabila udara tidak cerah,
pengeringan dapat menggunakan alat pengering mekanis. Penuntasan pengeringan
sampai kadar air mencapai maksimal 12,5 % (Direktur Jenderal Perkebunan, 2012).
Menurut Mulyana (1982), Pengeringan dalam bentuk gelondongan menyebabkan
beberapa kerugian:
1. Memakan
waktu lama antara 10-15 hari
2. Kulit
ari melengket pada biji, hingga kopi menjadi kelemben
3. Warna
lbih kekuningan
4. Menimbulkan
fres smell
Pengupasan
kulit kering ( Hulling). Pengupasan kulit buah kopi kering
bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit
ari. Pengupasan dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Beberapa
tipe huller sederhana yang sering digunakan adalah huller putar tangan (manual)
dan huller dengan penggerak motor. Pengupasan kulit dengan cara menumbuk tidak
dianjurkan karena mengakibatkan banyak biji yang pecah (Direktur Jenderal
Perkebunan, 2012).
Sortasi
biji. Sortasi biji dilakukan untuk memisahkan dedek serta
biji-biji yang pecah ataupun kena bubuk, hitam dan lain-lain.
Pengemasan
dan penyimpanan. pengemasan dan penggudangan/penyimpanan
bertujuan untuk memperpanjang daya simpan hasil. Pengemasan biji harus
menggunakan karung yang bersih dan baik, kemudian simpan tumukan kopi dalam
gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminan lainnya (Direktur
Jenderal Perkebunan, 2012).
2. Proses Secara Basah (Fully Washed)
Pengolahan basah atau
West Indesche Beriding, dipakai di Indonesia semenjak kopi Robusta berkembang.
Karena sebelum itu untuk jenis kopi Arabika hanya dilakukan dengan pengolahan
kering. Pengolahan basah memerlukan banyak air, yaitu sekitar 16-18%/kg kopi
biji. Pengolahan basah mengenal dua macam, yakni dengan fermentasi dan tanpa
fermentasi (Mulyana, 1982).
Gambar 2.
Tahapan proses kopi secara basah (Fully washed)
Sortasi buah kopi.
Sortasi atau pemilihan biji kopi unuk memisahkan biji masak dan bernas serta
seragam dari buah yang cacat/pecah, kurang seragam dan terserang hama serta
penyakit. Sortasi juga dimaksudkan untuk pembersihan dari ranting, daun atau
kerikil dan lainnya. Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk
memisahkan buah superior (masak, bernas dan seragam) dari buah inferior (cacat,
hitam, pecah, berlubang, dan terserang hama penyakit (Prastowo, 2010).
Pengupasan Kulit Buah (pulping).
Pengupasan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas
kulit buah (pulper). Pulper dapat
dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari tembaga/logam dan atau kayu. Air dialirkan ke dalam silinder
bersamaan dengan buah yang akan dikupas. Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas
dasar ukuran sebelum dikupas.
Fermentasi.
Fermentasi umumnya dilakukan untuk penanganan kopi arabika, bertujuan untuk
menguraikan lapisan lendir yang ada di permukaan kulit tanduk biji kopi. Selain
itu, fermentasi mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild”
pada citarasa seduhan kopi arabika. Sedangkan pada kopi robusta fermentasi dilakukan hanya untuk menguraikan lapisan
lendir yang ada di permukaan kulit tanduk . Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah
dengan merendam biji kopi dalam bak air, atau fermentasi secara kering dengan
menyimpan biji kopi HS basah di dalam karung goni atau kotak kayu atau wadah
plastik yang bersih dengan lubang di bagian bawah dan ditutup dengan karung
goni. Waktu fermentasi berkisar antara
12 sampai 36 jam tergantung permintaan konsumen. Agar proses fermentasi
berlangsung merata, pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari
(Direktur Jenderal Perkebunan, 2012).
Pencucian (Washing).
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang
menempel di permukaan kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di dalam
bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin pencuci biji kopi
(Direktur Jenderal Perkebunan, 2012).
Pengeringan (Drying). Pengeringan
bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari sekitar 60 % menjadi
maksimum 12,5 % agar biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung dan disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan
tropis. Cara pengeringan dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu penjemuran,
mekanis dan kombinasi penjemuran dan mekanis. Jenis kopi Robusta pada
perkebunan besar biasanya dilakukan dengan cara mekanis. Sedangkan kopi Arabika
biasanya digunakan kombinasi antara jemuran dan mekanis. Hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses pengeringan. Kopi jenis Arabika penjemuran dilakukan
untuk pembentukan aroma, walaupun penjemuran dilakukan lama sehingga kulit
arinya mudah lepas dibandingkan kopi Robusta (Mulyana, 1982).
Pengupasan kulit kopi HS (Hulling).
Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk untuk
menghasilkan biji kopi beras dengan menggunakan mesin pengupas. Biji kopi HS yang baru selesai dikeringkan
harus terlebih dahulu didinginkan sampai suhu ruangan sebelum dilakukan
pengupasan. Sedangkan biji kopi yang
sudah disimpan di dalam gudang dapat dilakukan proses pengupasan kulit.
Sortasi
Biji Kopi Beras. Sortasi dilakukan untuk memisahkan
biji kopi berdasarkan ukuran, cacat biji dan benda asing. Sortasi ukuran dapat
dilakukan dengan ayakan mekanis maupun dengan manual. Cara sortasi biji adalah
dengan memisahkan bijibiji kopi cacat agar diperoleh massa biji dengan tidak
cacat sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008.
Pengemasan
dan Penggudangan. Pengemasan dan penggudangan bertujuan untuk memperpanjang
daya simpan hasil. Pengemasan biji kopi harus menggunakan karung yang bersih
dan baik, serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-29072008 kemudian
simpan tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan
kontaminan lainnya.
Proses
Secara Semi Basah (Semi Washed Process)
Proses
secara semi basah dilakukan untuk menghemat penggunaan air dan menghasilkan
kopi dengan citarasa yang khas (berwarna gelap dengan fisik kopi agak
melengkung). Kopi arabika yang diproses secara semi-basah biasanya memiliki
tingkat keasaman lebih rendah dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi yang
diproses secara basah penuh. Proses secara semi-basah juga dapat diterapkan
untuk kopi robusta. Secara umum kopi yang diproses secara semi-basah mutunya
baik. Proses secara semi basah lebih singkat dibandingkan dengan proses secara
basah.
Gambar
3. Tahapan pengolahan semi-basah
Pengupasan kulit buah (pulping). Proses
pengupasan kulit buah (pulp) sama dengan cara basah-penuh. Untuk dapat dikupas
dengan baik, maka buah kopi harus sudah melalui sortasi. Pengupasan dapat
menggunakan pulper dari bahan tembaga, logam dan atau kayu. Jarak silinder
dengan silinder pengupas perlu diatur agar diperoleh hasil kupasan yang baik
(biji utuh, campuran kulit minimal). Beberapa tipe pulper memerlukan air untuk
membantu proses pengupasan.
1.
Pembersihan
lendir secara mekanik (Demucilaging)
Pembersihan
sisa lendir di permukaan kulit tanduk dilakukan secara mekanik dengan alat demucilager
tanpa menggunakan air.
2.
Pengeringan Biji
Pengeringan
pada proses biji semi basah mengacu kepada cara pengeringan secara basah.
Sedangkan untuk pengeringan biji kopi labu , dilakukan 2 tahap sebagai berikut
:
a. Pengeringan awal, Proses pengeringan dapat
dilakukan dengan penjemuran selama 1-2 hari sampai kadar air mencapai
sekitar 40 %, dengan tebal lapisan kopi
kurang dari 3 cm (biasanya hanya satu lapis) dengan alas dari terpal atau
lantai semen. Setelah kadar air mencapai 40 % biji kopi HS dikupas kulitnya
sehingga diperoleh biji kopi beras.
b. Pengeringan lanjutan. Proses pengeringan
dilakukan dalam bentuk biji kopi
beras sampai kadar air 12,5 %.
Hal yang penting adalah bahwa biji kopi harus
dibolak-balik setiap ± 1 jam agar tingkat kekeringannya merata. Kemudian untuk
menjaga biji kopi dari kontaminasi benda asing kebersihan kopi selama pengeringan
harus selalu dijaga.
Pengupasan
kulit tanduk (Hulling). Pengupasan kulit tanduk pada
kondisi biji kopi yang masih relatif basah (kopi labu) dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pengupas yang didisain
khusus. Agar kulit tanduk dapat dikupas maka kondisi kulit harus cukup kering
walaupun kondisi biji yang ada didalamnya masih basah. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pengupasan kulit tanduk adalah :
a. Kondisi huller bersih, berfungsi
dan bebas dari bahanbahan kontaminan sebelum digunakan.
b. Pengupasan dilakukan setelah pengeringan/
penjemuran awal kopi HS. Apabila sudah bermalam sebelum dikupas kopi HS harus
dijemur lagi sampai kulit cukup kering kembali.
c. Mesin
huller dan aliran bahan kopi diatur agar diperoleh proses pengupasan yang
optimum.
d. Biji kopi labu yang keluar harus segera
dikeringkan, hindari penyimpanan biji kopi yang masih basah karena akan
terserang jamur yang dapat merusak biji kopi baik secara fisik atau citarasa,
serta dapat terkontaminasi oleh mikotoksin (okhtratoksin A, aflatoksin, dll).
e. Mesin huller dibersihkan setelah digunakan agar
sisasisa kopi dan kulit yang masih basah tidak tertinggal dan berjamur di dalam
mesin.
Sortasi
Biji Kopi Beras Sortasi dilakukan untuk memisahkan biji
kopi berdasarkan ukuran, cacat biji dan benda asing. Sortasi ukuran dapat
dilakukan dengan ayakan mekanis maupun dengan manual. Cara sortasi biji adalah
dengan memisahkan bijibiji kopi cacat agar diperoleh massa biji dengan nilai cacat
sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008.
Pengemasan
dan Penggudangan . Pengemasan dan penggudangan bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan hasil. Pengemasan biji kopi harus menggunakan karung
yang bersih dan baik, serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI
01-29072008 kemudian simpan tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari
bau asing dan kontaminan lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian.2012. Pedoman
Teknis Penanganan Pascapanen Kopi, Jakarta
Mayrowani,
H. (2013). Kebijakan penyediaan teknologi pascapanen kopi dan masalah
pengembangannya. In Forum Penelitian Agro Ekonomi (Vol. 31, pp. 31-49).
Muyana,
Wahyu. (1982). Segi Praktis Bercocok Tanam Kopi. Cv Aneka : Semarang
Prastowo,
Bambang. dkk. (2010). Budidaya dan Pascapanen Kopi. Pusat Peneitian dan
Pengembangan Perkebunan : Bogor
Komentar
Posting Komentar